Selasa, 25 Maret 2014

Askep Child Abuse (Share)



BAB I
PENDAHULUAN

I.I        Latar Belakang

Dewasa ini sering kita dengar terjadinya penganiayaan/perlakuan salah terhadap anak, baik yang dilakukan oleh keluarga ataupun oleh pihak-pihak lain. Akhir-akhir ini juga banyak diberitakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh terhadap anaknya. Dari yang memukul anak, menyiram anak dengan air panas, hingga membakar anak. Ada juga berita ayah melakukan hubungan sexual dengan anak, atau kakek dengan anak atau kakak dengan adik, bahkan sampai hamil. Banyak alasan yang dikemukakan oleh orang tua maupun pengasuh, antara lain kesal karena anak tidak bisa diberi tahu, anak rewel terus, kesal pada suami, kesal pada majikan, dsb. Itu adalah fenomena child abuse yang terjadi di sekitar kita.
Perawat, terkadang merupakan orang yang pertama mengenali adanya child abuse di masayarakat. Perawat maternitas, perawat anak dan perawat keluarga hendaknya mengamati adanya tanda–tanda family abuse sehingga dapat mempersiapkan untuk menangani hal tersebut secara objektif. Hal ini penting agar korban kekerasan menjadi aman dan agar fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik.
Dalam bidang kedokteran sendiri, child abuse ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1860, di Perancis. Dimana 320 orang anak meninggal dengan kecurigaan akibat perlakuan yang salah.
Memang sangat sukar kita percayai bahwa seseorang anak yang seharusnya menjadi tempat curahan kasih sayang dari orang tua dan keluarganya, malah mendapatkan penganiayaan sampai harus dirawat di Rumah Sakit ataupun sampai meninggal dunia.
Insidennya :
1.      Hampir 3 juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada tahun 1992
2.      Sebanyak 45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan
3.      Lebih dari 100 anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan pengabaian
4.      Penganiayaan seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga tiri, anak-anak yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan keluarga

Di Indonesia ditemukan 160 kasus penganiyaan fisik,72 kasusu penganiyaan mental,dan 27 kasus penganiyaan seksual ( diteliti oleh Heddy Shri Ahimsa Putra,Tahun 1999 ). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada tahun 1994 tercatat 172 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 dan tahun 1996 menjadi 476 kasus.
Setiap negara bagian mempunyai undang-undang yang menjelaskan tanggung jawab legal untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak. Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah perawat, dokter, dokter gigi, dokter anak, psikologi dan ahli terapi wicara, peneliti sebab kematian, dokter, karyawan lembaga penitipan anak, pekerja layanan anak-anak, pekerja sosial, guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk melaporkan orang tersebut didenda atau diberi hukuman lain, sesuai dengan status masing-masing.
Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan anak tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pasalnya berkaitan dengan jenis dan akibat pencederaan anak. Kemunculan Undang – undang no.23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi secercah cahaya untuk mengurangi terjadinya child abuse.

I.II       Tujuan Penulisan

A.    Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas pembuatan asuhan keperawatan  pada pasien dengan Child Abuse, diharapkan mahasiswa memahami tentang Child Abuse.
B.     Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan tugas asuhan keperawatan pada pasien dengan Child Abuse, mahasiswa mampu :
a)      Memahami definisi Child Abuse
b)      Mengetahui etiologi terjadinya Child Abuse
c)      Mengetahui patofisiologi terjadinya Child Abuse
d)     Mengetahui proses terjadinya Child Abuse
e)      Mengetahui manifestasi klinis dari Child Abuse
f)       Mengetahui komplikasi dari Child Abuse
g)      Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Child Abuse
h)      Merumuskan  asuhan keperawatan pada anak dengan Child Abuse meliputi  pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

II.I       Definisi

Child Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill, 1973)
Child Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983)
Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak.
Child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. (Delsboro, 1993)
Child abuse dimana termasuk malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium awal dari indrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya / pengasuh. (Fontana, 1998)

II.II     Etiologi

Perlakuan salah terhadap anak bersifat multidimensional, tetapi ada 3 faktor penting yang berperan dalam terjadinya perlakuan salah pada anak, yaitu :
1.      Karakteristik orangtua dan keluarga
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain:
a)      Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak.
b)      Orangtua yang agresif dan impulsif.
c)      Keluarga dengan hanya satu orangtua.
d)     Orangtua yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi.
e)      Perkawinan yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
f)       Tidak mempunyai pekerjaan.
g)      Jumlah anak yang banyak.
h)      Adanya konflik dengan hukum.
i)        Ketergantungan obat, alkohol, atau sakit jiwa.
j)        Kondisi lingkungan yang terlalu padat.
k)      Keluarga yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak keluarga serta kawan-kawan.

2.      Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah
Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan salah adalah:
a)      Anak yang tidak diinginkan.
b)      Anak yang lahir prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
c)      Anak dengan retardasi mental, orangtua merasa malu.
d)     Anak dengan malformasi, anak mungkin ditolak.
e)      Anak dengan kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal.
f)       Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja.

3.      Beban dari lingkungan: Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak.
Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa penyiksaan anak dilakukan oleh orang tua dari banyak etnis, letak geografis, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan social ekonomi. Kelompok masyarakat yang hidup dalam kemiskinan meningkatkan laporan  penyiksaan fisik terhadap anak-anak. Hal ini mungkin disebabkan karena:
a)      Peningkatan krisis di tempat tinggal mereka (contoh: tidak bekerja atau hidup yang berdesakan).
b)      Akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
c)      Peningkatan jumlah kekerasan di tempat tinggal mereka.
d)     Hubungan antara kemiskinan dengan faktor resiko seperti remaja dan orang tua tunggal (single parent).
(Hidayat,2008)






II.III    Klasifikasi

Macam – macam Child Abuse :
1.      Emotional Abuse,
Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti menolak anak, meneror, mengabaikan anak, atau mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai, atau merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial, mental dan emosional anak.
Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan. Indikator perilaku  kelainan kebiasaan ( menghisap, mengigit, atau memukul-mukul ).

2.      Physical Abuse
Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena kecelakaan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak, atau dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh sehingga mencederai anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik – luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut yang tercabut, cakaran. Indikator perilaku – waspada saat bertemu degan orang dewasa, berperilaku ekstrem seerti agresif atau menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.

3.      Neglect
Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang tidak dapat merawatnya.
Indikator fisik–kelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu mengantuk, kurangnya perhatian, masalah kesehatan yang tidak ditangani.
Indikator kebiasaan. Meminta atau mencuri makanan, sering tidur, kurangnya perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang tidak ditangani, pakaian yang kurang memadai ( pada musim dingin ), ditinggalkan.


4.      Sexual Abuse
Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Indikator fisik , kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau perdarahan di area genital / rektal, berpenyakit kelamin.
Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik, berperilaku permisif / berperilaku yang menggairahkan, penurunan keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku regressif ( misal: ngompol ).























II.IV    Patofisiologi

Faktor Sosiokultural
1. Nilai/norma yang ada di masyarakat
2. Hubungan antar manusia
3. Kemajuan zaman


 
Stres berasal dari anak
Stres keluarga
Stres berasal dari orang tua
                                   
Fisik berbeda
Mental berbeda
Temperamen berbeda
Tingkah laku berbeda
Anak angkat   
Kemiskinan
Pengangguran mobilitas, isolasi, perumahan tidak memadai
Hubungan orang tua anak stres prenatal, anak yang tidak diharapkan premature, dll
Perceraian
Rendah diri
Waktu kecil mendapat perlakuan salah
Depresi
Harapan pada anak yang tidak realistis
Kelainan karakter/gangguan jiwa



 


Situasi Pencetus
·         Disiplin
·         Konflik keluarga/pertengkaran
·         Masalah keluarga
Sikap/perbuatan yang keliru
·         Penganiayaan
·         Keracunan
·         Teror mental






II.V     Manifestasi Klinis dari Penganiayaan dan Pengabaian Anak
           
Akibat pada fisik anak, antara lain : Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya. Kematian.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
1.      Cidera Kulit
Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu kebetulan.

2.      Kerontokan Rambut Traumatik
Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan atau non-penganiayaan.

3.      Jatuh
Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan terhadap anak.

1.      Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut
Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat mengindikasikan adanya penganiayaan.

2.      Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya
Luka bakar terculap, dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja.

3.      Sindroma Bayi Terguncang
Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti cidera eksternal.

4.      Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan
Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.

5.      Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya yang tidak mendaapat perlakuan salah.

6.      Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu :
a)      Kecerdasan
·         Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
·         Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
·         Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.


b)     Emosi
·         Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
·         Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
c)      Konsep diri
·         Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d)     Agresif
·         Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
e)      Hubungan social
·         Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f)       Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
·         Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
·         Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
·         Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.


II.VI    Pemeriksaan Penunjang

1.      Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan :
Ø  Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
Ø  Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Ø  Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Ø  Analisa rambut pubis
2.      Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk :
Ø  Identifiaksi fokus dari jejas
Ø  Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
3.      CT-scan
lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
4.      MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
5.      Ultrasonografi
Digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
6.      Pemeriksaan kolposkopi
Untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual




II.VII  Dampak Child Abuse

Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse), antara lain ;
a.       Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia;
b.      Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri;
c.       Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991);
d.      Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak,  Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
e.       Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.

II.VIII MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi diri antara lain :
1.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.      Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

II.IX    Pencegahan dan Penanggulangan Penganiayaan dan Kekerasan pada Anak

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan tanggung jawab semua pihak.
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.

Pendidik
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah.
Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.

Penegak Hukum dan Keamanan
Hendaknya Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

Media Massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

III.I     Pengkajian

Ø  Psikososial
1)      Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2)      Gagal tumbuh dengan baik
3)      Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor dan psikososial
4)      With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
Ø  Muskuloskletal
1)      Fraktur
2)      Dislokasi
3)      Keseleo (sprain)
Ø  Genito Urinaria
1)      Infeksi saluran kemih
2)      Perdarahan per vagina
3)      Luka pada vagina/penis
4)      Nyeri waktu mikasi
5)      Laserasi pada organ enetalia eksternal, vagina & anus
Ø  Intergumen
1)      Lesi sirculasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2)      Luka bakar pad kulit, memar atau abrasi
3)      Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4)      Trauma yang tidak dijelaskan
5)      Bengkak

III.II    Diagnosa Dan Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan Child Abuse
Mekanisme koping keluarga menjadi efektif

1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme koping pada keluarga, usia orang tua, anak ke berapa dalam keluarga, status sosial ekonomi terhadap perkembangan keluarga, adanya support system dan kejadian lainnya
2. Konsulkan pada pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang tepat mengenai problem keluarga, tawarkan terapi untuk individu atau keluarga
3. Dorong anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa yang mungkin menyebabkan perilaku kekerasan.
4. Ajarkan orang tua tentang perkembangan & pertum-buhan anak sesuai tingkat umur. Ajarkan kemampuan merawat spesifik dan terapkan tehnik disiplin


1. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dilakukan intervensi yang dibutuhkan dan penyerahan pada pejabat yang berwenang pada pelayanan kesehatan dan organisasi sosial
2. Keluarga dengan Child Abuse & neglect biasanya memerlukan kerja sama multi disiplin, support kelompok dapat membantu, memecahkan masalah yang spesifik.
3. Dengan mendorong keluar-ga dengan mendiskusikan masalah mereka maka dapat dicari jalan keluar untuk memodifikasi perilaku mereka.
4. orang tua mungkin mempunyai harapan yang tidak realistis tentang pertumbuhan dan perkem-bangan anak

2
Perubahanpertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatan
Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuai-kan dengan tingkatan umurnya

1. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak
2. Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara orang tua dan anak untuk meningkatkan per-kembangan dari penurunan kemampuan kognitif psikomotor dan psikososial
3. Tentukan tahap perkembang-an anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1 tahun
4. Libatkan keterlambatan per-kembangan dan pertumbuhan yang normal



Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat merencanakan tujuan jangka panjang dan jangka pendek
2. Kekerasan pada anak akan menyebabkan keterlambatan perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat engkoreksi masalah perkembangan akibat dari hubungan yang terganggu
3. Dengan menentukan tahap perkembangan anak dapat membantu perkembangan yang diharapkan
4. Program stimulasi dapat membantu meningkatkan perkembangan menentukan intervensi yang tepat

3
Resiko perilaku keke-rasan oleh anggota ke-luarga yang lain ber-hubungan dengan kela-kuan yang maladaptive.
Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang.

1. Identifikasi perilaku kekeras-an, saat menggunakan/ mengkonsumsi alkohol atau obat atau saat menganggur.
2. Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan seperti minum alkohol atau obat-obatan
3. lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk organisasi komunitas dan psikolologis
4. Menyarankan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang tepat
5. Melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi kepada pejabat berwenang



1. Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menye-babkan perilaku kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi yang mempengaruhi perilku, membantu dirinya mencegah kekambuhan
3. konseling dapat membantu perkembangan koping yang efektif.
4. Terapi keluarga menekan dan memberikan support kepada seluruh keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.
5. Perawat mempunyai tang-gung jawab legal untuk melaporkan semua kasus dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi
4
Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga yang terganggu.
Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif

1. Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang keras
2. Berikan model peranan untuk orang tua
3. Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan keahlian orang tua tepat
4. Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi dan intervensi seperlunya


1. Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses pengikatan akan membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi orang tua yang tepat
2. Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua untuk menciptakan perilaku orang tua yang tepat
3. Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian orang tua yang efektif
4. Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian orang tua yang efektif
















III.III  Implementasi Sesuai Dengan Perencanaan 

III.IV  Evaluasi

1.      Mekanisme koping keluarga menjadi efektif
2.      Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkatan umurnya
3.      Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang
4.      Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
























BAB IV
KESIMPULAN

Child abuse adalah segala perlakuan buruk yang dilakuakn terhadap anaka atupun remaja oleh para orang tua,wali atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat orang tersebut.
Child abuse ini dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu di dalam keluarga dan diluar keluarga
Diagnosa keperawatan pada child abuse ditegakkan berdasarkan :
Ø  Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Ø  Penganiyaan fisik
Ø  Pemeriksaan Laboratorium
Ø  Pemeriksaan radiologi
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan hal serius yang segera harus dilakukan oleh semua pihak, yaitu orang tua/keluarga, pendidik, penegak hukum, penanggung jawab keamanan, mass media dan pelayanan kesehatan
Mengingat dampak penganiayaan dan kekerasan akan mengganggu proses kehidupan anak yang panjang hendaknya upaya pencegahan lebih diprioritaskan. Terlebih atas anak adalah masa depan suatu bangsa.
Diharapkan dengan adanya Undang – undang no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ,maka angka kejadian child abuse bisa berkurang bahakan hilang dari permukaan Negara Indonesia ini.










DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, ., Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak, FIK UI, 1998
Ennis Sharon Axton,Pediatric Nursing Care Plans,2nd Edition,Pearson Education,New Jersey,2003
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999
Whaley’s and Wong, Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition,Mosby Company,1996
Sowden Betz Cicilia, , Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC, 2002

SUMBER :
http://janisarwestri.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-pada-child-abuse_5.html