BAB
I
PENDAHULUAN
I.I Latar
Belakang
Dewasa
ini sering kita dengar terjadinya penganiayaan/perlakuan salah terhadap anak,
baik yang dilakukan oleh keluarga ataupun oleh pihak-pihak lain. Akhir-akhir
ini juga banyak diberitakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua
atau pengasuh terhadap anaknya. Dari yang memukul anak, menyiram anak dengan
air panas, hingga membakar anak. Ada juga berita ayah melakukan hubungan sexual
dengan anak, atau kakek dengan anak atau kakak dengan adik, bahkan sampai hamil.
Banyak alasan yang dikemukakan oleh orang tua maupun pengasuh, antara lain
kesal karena anak tidak bisa diberi tahu, anak rewel terus, kesal pada suami,
kesal pada majikan, dsb. Itu adalah fenomena child abuse yang terjadi di
sekitar kita.
Perawat, terkadang
merupakan orang yang pertama mengenali adanya child abuse di masayarakat.
Perawat maternitas, perawat anak dan perawat keluarga hendaknya mengamati
adanya tanda–tanda family abuse sehingga dapat mempersiapkan untuk menangani
hal tersebut secara objektif. Hal ini penting agar korban kekerasan menjadi
aman dan agar fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik.
Dalam
bidang kedokteran sendiri, child abuse ini pertama kali dilaporkan pada tahun
1860, di Perancis. Dimana 320 orang anak meninggal dengan kecurigaan akibat
perlakuan yang salah.
Memang
sangat sukar kita percayai bahwa seseorang anak yang seharusnya menjadi tempat
curahan kasih sayang dari orang tua dan keluarganya, malah mendapatkan
penganiayaan sampai harus dirawat di Rumah Sakit ataupun sampai meninggal
dunia.
Insidennya
:
1. Hampir
3 juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada tahun 1992
2. Sebanyak
45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan
3. Lebih
dari 100 anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan pengabaian
4. Penganiayaan
seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga tiri, anak-anak
yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan keluarga
Di
Indonesia ditemukan 160 kasus penganiyaan fisik,72 kasusu penganiyaan
mental,dan 27 kasus penganiyaan seksual ( diteliti oleh Heddy Shri Ahimsa
Putra,Tahun 1999 ). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada tahun 1994
tercatat 172 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 dan tahun 1996 menjadi 476
kasus.
Setiap
negara bagian mempunyai undang-undang yang menjelaskan tanggung jawab legal
untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak. Kecurigaan
penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan perlindungan anak
setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah perawat, dokter,
dokter gigi, dokter anak, psikologi dan ahli terapi wicara, peneliti sebab
kematian, dokter, karyawan lembaga penitipan anak, pekerja layanan anak-anak,
pekerja sosial, guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk melaporkan orang
tersebut didenda atau diberi hukuman lain, sesuai dengan status masing-masing.
Di
Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan anak tertera dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pasalnya berkaitan dengan jenis dan
akibat pencederaan anak. Kemunculan Undang – undang no.23/2002 tentang
Perlindungan Anak menjadi secercah cahaya untuk mengurangi terjadinya child
abuse.
I.II Tujuan
Penulisan
A. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Child
Abuse, diharapkan mahasiswa memahami tentang Child Abuse.
B. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan tugas asuhan keperawatan pada
pasien dengan Child Abuse, mahasiswa mampu :
a)
Memahami definisi Child
Abuse
b)
Mengetahui etiologi
terjadinya Child Abuse
c)
Mengetahui patofisiologi
terjadinya Child Abuse
d)
Mengetahui proses
terjadinya Child Abuse
e)
Mengetahui manifestasi
klinis dari Child Abuse
f)
Mengetahui komplikasi dari
Child Abuse
g)
Mengetahui pemeriksaan
penunjang untuk Child Abuse
h)
Merumuskan asuhan
keperawatan pada anak dengan Child Abuse meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, dan intervensi keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
II.I Definisi
Child
Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal
lagi (David Gill, 1973)
Child
Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan
dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983)
Child
Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana
ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak.
Child abuse
adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan
pelayanan yang melindungi anak tersebut. (Delsboro, 1993)
Child abuse
dimana termasuk malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium awal dari
indrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang
paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya / pengasuh. (Fontana,
1998)
II.II Etiologi
Perlakuan salah terhadap anak bersifat
multidimensional, tetapi ada 3 faktor penting yang berperan dalam terjadinya
perlakuan salah pada anak, yaitu :
1.
Karakteristik
orangtua dan keluarga
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga
dengan child abuse antara lain:
a)
Para orangtua
juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak.
b)
Orangtua yang
agresif dan impulsif.
c)
Keluarga dengan
hanya satu orangtua.
d)
Orangtua yang
dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi.
e)
Perkawinan yang
saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
f)
Tidak mempunyai
pekerjaan.
g)
Jumlah anak yang
banyak.
h)
Adanya konflik
dengan hukum.
i)
Ketergantungan
obat, alkohol, atau sakit jiwa.
j)
Kondisi
lingkungan yang terlalu padat.
k)
Keluarga yang
baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak
keluarga serta kawan-kawan.
2.
Karakteristik
anak yang mengalami perlakuan salah
Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk
perlakuan salah adalah:
a)
Anak yang tidak
diinginkan.
b)
Anak yang lahir
prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya
keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
c)
Anak dengan
retardasi mental, orangtua merasa malu.
d)
Anak dengan
malformasi, anak mungkin ditolak.
e)
Anak dengan
kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal.
f)
Anak normal,
tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja.
3.
Beban dari
lingkungan: Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak.
Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
penyiksaan anak dilakukan oleh orang tua dari banyak etnis, letak geografis,
agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan social ekonomi. Kelompok masyarakat
yang hidup dalam kemiskinan meningkatkan laporan penyiksaan fisik terhadap anak-anak. Hal ini
mungkin disebabkan karena:
a)
Peningkatan
krisis di tempat tinggal mereka (contoh: tidak bekerja atau hidup yang
berdesakan).
b)
Akses yang
terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
c)
Peningkatan
jumlah kekerasan di tempat tinggal mereka.
d)
Hubungan antara
kemiskinan dengan faktor resiko seperti remaja dan orang tua tunggal (single
parent).
(Hidayat,2008)
II.III Klasifikasi
Macam – macam Child Abuse :
1. Emotional Abuse,
Perlakuan yang
dilakukan oleh orang tua seperti menolak anak, meneror, mengabaikan anak, atau
mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai,
atau merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan
mental fisik, sosial, mental dan emosional anak.
Indikator fisik
kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan. Indikator
perilaku kelainan kebiasaan ( menghisap, mengigit, atau memukul-mukul ).
2. Physical Abuse
Cedera yang
dialami oleh seorang anak bukan karena kecelakaan atau tindakan yang dapat
menyebabkan cedera serius pada anak, atau dapat juga diartikan sebagai tindakan
yang dilakukan oleh pengasuh sehingga mencederai anak. Biasanya berupa luka
memar, luka bakar atau cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik
– luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut yang tercabut, cakaran.
Indikator perilaku – waspada saat bertemu degan orang dewasa, berperilaku
ekstrem seerti agresif atau menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk
pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.
3. Neglect
Kegagalan orang
tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti tidak memberikan
rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau meninggalkan anak sendirian
atau dengan seseorang yang tidak dapat merawatnya.
Indikator
fisik–kelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu mengantuk, kurangnya
perhatian, masalah kesehatan yang tidak ditangani.
Indikator kebiasaan. Meminta atau mencuri makanan, sering tidur, kurangnya perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang tidak ditangani, pakaian yang kurang memadai ( pada musim dingin ), ditinggalkan.
Indikator kebiasaan. Meminta atau mencuri makanan, sering tidur, kurangnya perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang tidak ditangani, pakaian yang kurang memadai ( pada musim dingin ), ditinggalkan.
4. Sexual Abuse
Termasuk
menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak,
atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Indikator fisik , kesulitan untuk
berjalan atau duduk, adanya noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di
area genital, memar atau perdarahan di area genital / rektal, berpenyakit
kelamin.
Indikator
kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak sesuai
dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul dengan teman sebaya,
tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik, berperilaku permisif /
berperilaku yang menggairahkan, penurunan keinginan untuk sekolah, gangguan
tidur, perilaku regressif ( misal: ngompol ).
II.IV Patofisiologi
Faktor
Sosiokultural
1. Nilai/norma yang ada di
masyarakat
2. Hubungan antar manusia
3. Kemajuan zaman
Stres
berasal dari anak
|
Stres
keluarga
|
Stres
berasal dari orang tua
|
Fisik berbeda
Mental berbeda
Temperamen
berbeda
Tingkah laku
berbeda
Anak angkat
|
Kemiskinan
Pengangguran
mobilitas, isolasi, perumahan tidak memadai
Hubungan orang tua
anak stres prenatal, anak yang tidak diharapkan premature, dll
Perceraian
|
Rendah
diri
Waktu
kecil mendapat perlakuan salah
Depresi
Harapan
pada anak yang tidak realistis
Kelainan
karakter/gangguan jiwa
|
Situasi
Pencetus
·
Disiplin
·
Konflik keluarga/pertengkaran
·
Masalah keluarga
Sikap/perbuatan
yang keliru
·
Penganiayaan
·
Keracunan
·
Teror mental
|
II.V Manifestasi Klinis dari Penganiayaan dan Pengabaian Anak
Akibat pada
fisik anak, antara lain : Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah
tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya
kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya
jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat
lainnya. Kematian.
Akibat pada
tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan
salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
1.
Cidera
Kulit
Cidera kulit adalah tanda-tanda
penganiayaan anak yang paling umum dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan
manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda
dorongan lidah. Memar multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak
terjangkau menunjukkan bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang
ada dalam berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi
berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu
kebetulan.
2.
Kerontokan Rambut Traumatik
Kerontokan rambut traumatik terjadi
ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret atau menyentak anak.
Akibatnya pada kulit kepala dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit.
Adanya akumulasi darah dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut
akibat penganiayaan atau non-penganiayaan.
3.
Jatuh
Jika seorang anak dilaporkan mengalami
kejatuhan biasa, namun yang tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka
ketidaksesuaian riwayat dengan trauma yang dialami tersebut menimbulkan
kecurigaan adanya penganiayaan terhadap anak.
1.
Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut
Luka, perdarahan, kemerahan atau
pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau
patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung,
semuanya dapat mengindikasikan adanya penganiayaan.
2.
Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya
Luka bakar terculap, dengan garis batas
jelas, luka bakar sirkuler kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap
penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali
semuanya memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja.
3.
Sindroma Bayi Terguncang
Guncangan pada bayi menimbulkan cidera
ekslersi deselersi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah.
Hal ini dapat menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu
bukti-bukti cidera eksternal.
4.
Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan
Fraktur Iga Posterior dalam berbagai
tahap penyembuhan, fraktur spiral atau dislokasi karena terpelintirnya
ekstremitas merupakan bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara
kebetulan.
5.
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2
sebayanya yang tidak mendaapat perlakuan salah.
6.
Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu :
a) Kecerdasan
·
Berbagai
penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif,
bahasa, membaca, dan motorik.
·
Retardasi mental
dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
·
Pada beberapa
kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau
karena gangguan emosi.
b) Emosi
·
Terdapat
gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam
mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain,
termasuk kemampuan untuk percaya diri.
·
Terjadi
pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan
orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak
suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah,
sulit tidur, tempretantrum, dsb.
c) Konsep diri
·
Anak yang
mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan
bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d) Agresif
·
Anak yang
mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresifterhadap teman sebayanya.
Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya
konsep diri.
e) Hubungan
social
·
Pada anak sering
kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka
mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f) Akibat dari
penganiayaan seksual
Tanda-tanda
penganiayaan seksual antara lain:
·
Tanda akibat
trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan
perdarahan anus.
·
Tanda gangguan
emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau
perubahan tingkah laku.
·
Tingkah laku
atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan
alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
II.VI Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan :
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan :
Ø Swab
untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan
seksual.
Ø Kultur
spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Ø Tes
untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Ø Analisa
rambut pubis
2.
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk :
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk :
Ø Identifiaksi
fokus dari jejas
Ø Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah
usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak
diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan
dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan
tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
3.
CT-scan
lebih
sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan
pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang
berat.
4.
MRI
(Magnetik Resonance Imaging)
Lebih
sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub
arakhnoid.
5.
Ultrasonografi
Digunakan
untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
6.
Pemeriksaan
kolposkopi
Untuk
mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual
II.VII Dampak Child Abuse
Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban
penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak
yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat
pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit
menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang
luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya
kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem
syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati,
dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA
(dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang
menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan
kekerasan terhadap anak (child abuse), antara lain ;
a.
Dampak kekerasan
fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat
agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya.
Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi
orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan
bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang
diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung
berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap
anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal
dunia;
b.
Dampak kekerasan
psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya,
apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping
mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan
pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan
memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar
diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata
seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya
rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik
diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan
bunuh diri;
c.
Dampak kekerasan
seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih
merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma
akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah
menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak
ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan
seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan
antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa
takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom
fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991);
d.
Dampak
penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini
adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock
(1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan
berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan
selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
e.
Dampak yang
lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan
menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam
pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk
keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
II.VIII MEKANISME
KOPING
Mekanisme
koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk
melindungi diri antara lain :
1.
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang
mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.
Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya
bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan
biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
II.IX Pencegahan dan Penanggulangan Penganiayaan
dan Kekerasan pada Anak
Pencegahan
dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan tanggung
jawab semua pihak.
Pelayanan
Kesehatan
Pelayanan
kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Pendidik
Sekolah
mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi,
yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan
bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga tidak diganggu
orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah.
Sikap
atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya
emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan
pengabaian perawatan pada anak.
Penegak
Hukum dan Keamanan
Hendaknya
Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan
dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar.
Media
Massa
Pemberitaan
penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel
pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun
panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
III.I Pengkajian
Ø
Psikososial
1)
Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2)
Gagal tumbuh dengan baik
3)
Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor dan
psikososial
4)
With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
Ø
Muskuloskletal
1)
Fraktur
2)
Dislokasi
3)
Keseleo (sprain)
Ø
Genito Urinaria
1)
Infeksi saluran kemih
2)
Perdarahan per vagina
3)
Luka pada vagina/penis
4)
Nyeri waktu mikasi
5)
Laserasi pada organ enetalia eksternal, vagina & anus
Ø
Intergumen
1)
Lesi sirculasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2)
Luka bakar pad kulit, memar atau abrasi
3)
Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4)
Trauma yang tidak dijelaskan
5)
Bengkak
III.II Diagnosa Dan Rencana Asuhan Keperawatan
No |
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1
|
Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan
faktor-faktor yang menyebabkan Child Abuse
|
Mekanisme koping keluarga menjadi efektif
|
1. Identifikasi
faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme koping pada keluarga, usia
orang tua, anak ke berapa dalam keluarga, status sosial ekonomi terhadap
perkembangan keluarga, adanya support system dan kejadian lainnya
2. Konsulkan pada
pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang tepat mengenai problem
keluarga, tawarkan terapi untuk individu atau keluarga
3. Dorong anak dan
keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa yang mungkin menyebabkan
perilaku kekerasan.
4. Ajarkan orang
tua tentang perkembangan & pertum-buhan anak sesuai tingkat umur. Ajarkan
kemampuan merawat spesifik dan terapkan tehnik disiplin
|
1. Dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang dilakukan intervensi yang dibutuhkan dan
penyerahan pada pejabat yang berwenang pada pelayanan kesehatan dan
organisasi sosial
2. Keluarga dengan
Child Abuse & neglect biasanya memerlukan kerja sama multi disiplin,
support kelompok dapat membantu, memecahkan masalah yang spesifik.
3. Dengan mendorong
keluar-ga dengan mendiskusikan masalah mereka maka dapat dicari jalan keluar
untuk memodifikasi perilaku mereka.
4. orang tua
mungkin mempunyai harapan yang tidak realistis tentang pertumbuhan dan
perkem-bangan anak
|
|
2
|
Perubahanpertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan
tidak adekuatnya perawatan
|
Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat
disesuai-kan dengan tingkatan umurnya
|
1. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak
2. Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll)
antara orang tua dan anak untuk meningkatkan per-kembangan dari penurunan
kemampuan kognitif psikomotor dan psikososial
3. Tentukan tahap perkembang-an anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6
bulan dan 1 tahun
4. Libatkan keterlambatan per-kembangan dan pertumbuhan yang
normal
|
Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat
merencanakan tujuan jangka panjang dan jangka pendek
2. Kekerasan pada anak akan menyebabkan keterlambatan
perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat engkoreksi masalah
perkembangan akibat dari hubungan yang terganggu
3. Dengan menentukan tahap perkembangan anak dapat membantu
perkembangan yang diharapkan
4. Program stimulasi dapat membantu meningkatkan perkembangan
menentukan intervensi yang tepat
|
|
3
|
Resiko perilaku keke-rasan oleh anggota ke-luarga yang lain
ber-hubungan dengan kela-kuan yang maladaptive.
|
Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang.
|
1. Identifikasi perilaku kekeras-an, saat menggunakan/
mengkonsumsi alkohol atau obat atau saat menganggur.
2. Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan
seperti minum alkohol atau obat-obatan
3. lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk
organisasi komunitas dan psikolologis
4. Menyarankan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang
tepat
5. Melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi
kepada pejabat berwenang
|
1. Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat
2. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menye-babkan perilaku
kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi yang mempengaruhi
perilku, membantu dirinya mencegah kekambuhan
3. konseling dapat membantu perkembangan koping yang efektif.
4. Terapi keluarga menekan dan memberikan support kepada seluruh
keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.
5. Perawat mempunyai tang-gung jawab legal untuk melaporkan
semua kasus dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi
|
|
4
|
Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga yang
terganggu.
|
Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
|
1.
Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang keras
2.
Berikan model peranan untuk orang tua
3.
Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan keahlian orang
tua tepat
4.
Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi dan
intervensi seperlunya
|
1.
Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses pengikatan akan
membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi orang tua yang tepat
2.
Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua untuk menciptakan
perilaku orang tua yang tepat
3.
Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian
orang tua yang efektif
4.
Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan
keahlian orang tua yang efektif
|
|
III.III Implementasi Sesuai Dengan Perencanaan
III.IV Evaluasi
1. Mekanisme
koping keluarga menjadi efektif
2. Perkembangan
kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkatan
umurnya
3. Perilaku
kekerasan pada keluarga dapat berkurang
4. Perilaku
orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
BAB IV
KESIMPULAN
Child
abuse adalah segala perlakuan buruk yang dilakuakn terhadap anaka atupun remaja
oleh para orang tua,wali atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat
orang tersebut.
Child
abuse ini dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu di dalam keluarga dan diluar
keluarga
Diagnosa
keperawatan pada child abuse ditegakkan berdasarkan :
Ø Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik
Ø Penganiyaan
fisik
Ø Pemeriksaan
Laboratorium
Ø Pemeriksaan
radiologi
Pencegahan
dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan hal serius
yang segera harus dilakukan oleh semua pihak, yaitu orang tua/keluarga,
pendidik, penegak hukum, penanggung jawab keamanan, mass media dan pelayanan
kesehatan
Mengingat
dampak penganiayaan dan kekerasan akan mengganggu proses kehidupan anak yang
panjang hendaknya upaya pencegahan lebih diprioritaskan. Terlebih atas anak
adalah masa depan suatu bangsa.
Diharapkan
dengan adanya Undang – undang no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ,maka
angka kejadian child abuse bisa berkurang bahakan hilang dari permukaan Negara
Indonesia ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anna Budi Keliat, ., Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak,
FIK UI, 1998
Ennis Sharon Axton,Pediatric Nursing Care Plans,2nd
Edition,Pearson Education,New Jersey,2003
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999
Whaley’s and Wong, Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th
Edition,Mosby Company,1996
Sowden Betz Cicilia, , Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC,
2002
SUMBER :
http://janisarwestri.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-pada-child-abuse_5.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar