BAB
I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Di Indonesia, ternyata banyak
orang yang tidak ingin benar-benar membicarakan seks. “Tetapi ketika mereka
muda dan tumbuh dan masalah ini muncul pada keluarga mereka, semua orang
menjadi tegang.” Apa yang harus dikatakan dan kapan
Sex education/pendidikan
seks sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai
seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan
dengan seks, yaitu aspek biologik, orientasi, nilai sosiokultur dan moral,
serta perilaku.
Sesuai dengan kelompok
usia berdasarkan perkembangan hidup manusia, maka pendidikan sex dapat dibagi
menjadi pendidikan seks untuk anak prasekolah dan sekolah, pendidikan seks
untuk remaja, untuk dewasa pranikah serta menikah.
Sex education untuk
anak-anak bertujuan agar anak mengerti identitas dirinya dan terlindung dari
masalah seksual yang dapat berakibat buruk bagi anak. Pendidikan seks untuk
anak pra sekolah lebih bersifat pemberian informasi berdasarkan komunikasi yang
benar antara orangtua dan anak.
Sex education untuk
remaja bertujuan melindungi remaja dari berbagai akibat buruk karena persepsi
dan perilaku seksual yang keliru. Sementara pendidikan sex untuk dewasa
bertujuan agar dapat membina kehidupan sexual yang harmonis sebagai pasangan
suami istri.
Pendidikan seksual
selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan
tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama
diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir di benak kita?
Pornografi, vulgar, menjijikkan dll. Memang sebagian besar masyarakat
menganggap membicarakan seks itu adalah sesuatu hal yang tabu dan tak layak
dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya pasti kita dengan
cepat akan mengalihkannya dan akan mengatakan “Hus…ga baik ngomong gitu, masih
kecil nanti kalo sudah besar kan tau sendiri”. Sikap seperti itulah yang salah,
karena anak memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila kita sebagai
orang tua tidak bisa mengarahkan dengan baik, tidak bisa memberikan informasi
yang jelas cenderung mereka akan mencari informasi dari orang lain dan
teman-temannya, informasi tersebut belum tentulah informasi yang baik.
Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendidikan
seks dan menempatkan bahwa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak
orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks pada anak, dengan alasan anak
akan tabu dengan sendirinya. Selama ini seks identik dengan orang dewasa saja.
"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi
juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan
fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada
di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention
Service for Autism and Developmental Delay).
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan
pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam
hidupnya. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin.
Tepatnya dimulai saat anak usia 3-4 tahun, karena pada usia ini anak sudah bisa
melakukan komunikasi dua arah dan dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka
dan dapat pula dilanjutkan pengenalan organ tubuh internal.
BAB
II
KONSEP
TEORI
II.I Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian
informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan di antaranya
pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika,
komitmen, agama agar tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi tersebut.
Itu sebabnya, pendidikan seks dapat dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan
kehidupan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting. Para ahli psikologi
menganjurkan agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai dikenalkan dengan
pendidikan seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka.
Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ
tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya
bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta
kesiapan mental dan material seseorang. Sementara dr. Warih A Puspitosari,
M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa “Pendidikan seks usia dini bukan berarti
mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan seks pada usia
dini menjelaskan tentang organ-organ yang dimiliki manusia dan apa fungsinya”.
II.II Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak
Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti
pada usia balita, tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks yang
dimiliki, seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelaskan
fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih awal maka ada
kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan
suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain
atau masalah lainnya.
Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis
kelamin (laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia,
membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.
Sedangkan usia menjelang remaja, pendidikan seks bertujuan untuk
menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya,serta menerima perubahan dari
bentuk tubuh. Pendidikan seks berguna untuk memberi penjelasan mengenai perilaku
seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan moral dan prinsip
"say no" untuk seks pranikah serta membangun penerimaan terhadap diri
sendiri. Bahkan, pendidikan seks juga penting diberikan pada anak di usia
pranikah untuk pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan
seks yang sehat dan tepat.
Cara memberikan penjelasan pendidikan seks kepada anak sesuai dengan umur
mereka :
a)
Balita 1-5 tahun
Pada usia ini, Anda bisa mulai
menanamkan pendidikan seks. Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai
memperkenalkan kepada si kecil organ-organ seks miliknya secara singkat. Tidak
perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu atensi anak biasanya
pendek. Misalnya saat memandikan si kecil, Anda bisa memberitahu berbagai organ
tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis
dan vagina atau vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan
jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis. Selain
itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan
dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa
diketahui orang tua, maka si kecil harus berteriak keras-keras dan melapor
kepada orang tuanya. Dengan demikian, anak-anak Anda bisa dilindungi terhadap
maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak.
b)
Umur
3-5 tahun
Pada rentang umur ini, mengajarkan mengenai organ tubuh dan fungsi
masing-masing organ tubuh, jangan ragu juga untuk memperkenalkan alat kelamin
si kecil. Saat yang paling tepat untuk mengajarkannya adalah di saat Anda
sedang memandikannya. Diharapkan untuk hindari penyebutan yang dianggap tidak
sopan di masyarakat untuk menyebut alat kelamin yang dimilikinya. Misalkan
seperti vagina atau penis, jangan diistilahkan dengan kata lain seperti “apem”
atau “burung”. Anda tidak perlu membahas terlalu detail mengenai jenis kelamin
anak Anda atau mengajarkannya dalam kondisi belajar yang serius.
Pertanyaan yang sering dilontarkan anak pada usia ini , seperti
“mama, kita lahir dari mana?”, Anda juga bisa memberikan penjelasan
mengenai darimana bayi berasal dengan menggunakan sebuah cerita agar si buah
hati bisa lebih memahami dan tertarik untuk mendengarkannya. Di usia ini juga,
seorang anak sudah bisa diajarkan apa itu perempuan dan laki-laki. Jadi bila
Anda memiliki dua anak yang berlawanan jenis, akan lebih mudah untuk Anda
menjelaskan perbedaan penis dan vagina kepadanya.
Ajarkan juga kepada anak bahwa seluruh tubuhnya, termasuk alat
kelaminnya, adalah milik pribadinya yang harus dijaga baik-baik. Dengan
demikian, anak harus diajarkan untuk tidak menunjukkan kelaminnya secara
sembarangan. Tekankan kepada mereka bahwa mereka memiliki hak dan bisa saja
menolak pelukan atau ciuman dan segala macam bentuk kasih sayang yang dinyatakan
melalui sentuhan fisik. Hal ini menjadi penting, karena disukai atau tidak,
banyak pelaku pelecehan seksual adalah orang-orang yang dekat dengan kehidupan
si anak. Orang tua juga diharapkan untuk tidak memaksa seorang anak untuk
memeluk atau mencium orang lain jika dia tidak menginginkannya agar si anak
bisa belajar untuk menyatakan penolakannya.
c) Umur 6 - 9 tahun
Anak-anak sering sekali menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual
dari orang dewasa karena ketidakberdayaan dan ketidaktahuan yang bisa
dimanfaatkan dengan mudah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Masalah
utama dalam kasus pencabulan anak adalah anak kecil tidak sadar bahwa dirinya
telah mengalami pencabulan, baik karena keluguan si anak atau karena pelaku
berdalih bahwa hal yang dilakukan adalah tanda “kasih sayang”.
Di rentang umur ini, si kecil diajarkan mengenai apa saja yang harus dilakukan
untuk melindungi dirinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan anak menolak untuk
membuka pakaian bahkan jika ada imbalan sekalipun atau menolak diraba alat
kelaminnya oleh temannya. Anak Anda harus diajarkan untuk berteriak sekencang
mungkin meminta pertolongan dan melapor ke orang tua jika orang dewasa yang
berada di sekitar mereka mengancam untuk memberikan hukuman atau mengintimidasi
mereka di saat mereka menolak untuk melakukan hal-hal yang menurut anak tidak
nyaman untuk dilakukan.
Selain itu, di rentang umur ini, Anda bisa menggunakan hewan tertentu
yang tumbuh dengan cepat dan terlihat jelas perbedaan jenis kelaminnya
(seperti: anak ayam) di saat bertumbuh dewasa untuk mengajarkan mengenai
perkembangan alat reproduksi. Ajaklah anak anda untuk turut mengamati
perkembangannya. Jika mereka tidak terlalu memperhatikan hingga detail
terkecil, Anda bisa berikan informasi lebih lanjut nanti sembari menekankan
bahwa alat kelamin mereka juga akan berubah seiring mereka bertumbuh dewasa
nanti.
Orang tua harus memperhatikan suasana hati anak agar saat menyampaikan
materi seksualitas, si anak tidak merasa terpojokkan, malu, bodoh, ataupun
menjadi terlalu liar dalam menyikapi seks.
d) Umur 9 - 12 tahun
Berikan informasi lebih mendetail apa saja yang akan berubah dari tubuh si anak
saat menjelang masa puber yang cenderung untuk berbeda-beda di setiap individu.
Ajarkan kepada anak bagaimana menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah yang
akan mereka alami nanti sebagai bagian normal dari tahap perkembangan individu.
Pada umur 10 tahun, sebelum menjelang masa puber, Anda sudah bisa memulai topik
mengenai kesehatan alat kelamin. Pastikan juga pada anak Anda, jika dia
mengikuti semua peraturan kesehatan ini, maka mereka tak perlu banyak khawatir.
e) Umur 12 - 14 tahun
Data yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 51 persen remaja di Jakarta, Bogor,
Tangerang, dan Bekasi telah berhubungan seksual sebelum menikah. Penulis memang
tidak mendapatkan angka pasti untuk data di tahun 2012, tetapi dengan adanya
berita di berbagai media massa yang menyatakan adanya peningkatan dalam tingkat
aktivitas seksual remaja, maka tentunya harus ada pendidikan yang memadai untuk
menanggulangi hal ini.
Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat, oleh karena itu,
orang tua sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan bagaimana caranya
bekerja. Penekanan terhadap perbedaan antara kematangan fisik dan emosional
untuk hubungan seksual juga sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada
anak segala macam konsekuensi yang ada dari segi biologis, psikologis, dan
sosial jika mereka melakukan hubungan seksual. Orang tua selain mengajarkan
keterbukaan komunikasi dengan anak terutama dalam membicarakan seksualitas,
juga perlu menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini
sebelum mencapai masa dewasa.
Hindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak merasa
ragu, takut, enggan ataupun marah saat membicarakan pengalaman seksual mereka.
Jika orang tua merasa agak berat untuk membicarakan topik-topik seksual dengan
anak, orang tua bisa meminta bantuan psikolog atau konselor untuk
memberikan pendidikan seksual kepada anak dan membantu orang tua
merasa nyaman membicarakan topik ini.
f) Usia Menjelang Remaja
Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya Anda menerangkan mengenai
haid, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang
remaja. Anda bisa terangkan bahwa si gadis kecil akan mengalami perubahan bentuk
payudara, atau terangkan akan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat
kelaminnya.
g) Usia Remaja
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara
seksual. Anda perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya.
Berikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang
ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Diharapkan, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar
pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak
perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak Anda perlu mendapatkan
informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks.
Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendidikan
seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari orang lain, dan akan lebih
menakutkan jika informasi seks didapatkan dari teman sebaya atau Internet yang
informasinya bisa jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak Anda sejak dini
dengan membekali mereka pendidikan mengenai seks dengan cara yang tepat.
Menurut Zulia Ilmawati, psikolog, pemerhati masalah anak dan remaja di
antara pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterapkan
dan diajarkan kepada anak adalah sebagai berikut :
1.
Menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus
ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih
kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi,
berganti pakaian, dan sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil
berbusana Muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu
sekaligus mengajari anak tentang auratnya.
2.
Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan
jiwa feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut telah diciptakan
sedemikian rupa oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling
merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang berbeda yang kelak akan
diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan
agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar
laki-laki memiliki
3.
kepribadian maskulin, dan perempuan memiliki
kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki,
begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak
berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka juga harus diperlakukan
sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw.
melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru
laki-laki. (HR al-Bukhari).
4.
Memisahkan tempat tidur mereka. Usia antara 7-10 tahun
merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai
melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi
juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur
merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi
dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan
orangtuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri. Anak juga
dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya (attachment behavior) dengan
orangtuanya. Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan
saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan
kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
5.
Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3
waktu). Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki
ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum
shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan
mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu
ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13).
Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang
memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
6.
Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin. Mengajari
anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus
juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air
pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak
sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin,
dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan
hajat.
7.
Mengenalkan mahram-nya. Tidak semua perempuan berhak
dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang
dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan
pada anak agar ditaati. Dengan memahami kedudukan perempuan yang menjadi
mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan
selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya
kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak. Dengan
demikian dapat diketahui dengan tegas bahwa Islam mengharamkan incest, yaitu
pernikahan yang dilakukan antar saudara kandung atau mahram-nya. Siapa saja
mahram tersebut, Allah Swt telah menjelaskannya dalam surat an-Nisa’ (4) ayat
22-23.
8.
Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata. Telah
menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun,
jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan
merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan
melihat gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi. Karena itu,
jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi
dan pornoaksi.
9.
Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât. Ikhtilât
adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya
keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa
sekarang sudah dinggap biasa. Mereka bebas mengumbar pandangan, saling
berdekatan dan bersentuhan; seolah tidak ada lagi batas yang ditentukan syariah
guna mengatur interaksi di antara mereka. Ikhtilât dilarang karena interaksi
semacam ini bisa menjadi mengantarkan pada perbuatan zina yang diharamkan
Islam. Karena itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di
dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.
10. Mendidik
anak agar tidak melakukan khalwat. Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan
wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya
mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang
lain. Sebagaimana ikhtilât, khalwat pun merupakan perantara bagi terjadinya
perbuatan zina. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan
semacam ini. jika bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Jika dengan yang
berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak ber-khalwat.
11. Mendidik
etika berhias. Berhias, jika tidak diatur secara islami, akan menjerumuskan
seseorang pada perbuatan dosa. Berhias berarti usaha untuk memperindah atau
mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan. Tujuan pendidikan seks dalam
kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan
maksiat.
12. Ihtilâm
dan haid. Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia balig.
Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan
haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis
dan psikologis semata. Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur
beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain
kewajiban untuk melakukan mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa
kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada
semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang
bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.
II.III Tips Cerdas Berbicara Seks pada Anak
Banyak orang tua bingung menyikapi pertanyaan anak mengenai masalah seks.
Berikut beberapa sikap yang disarankan dalam berbicara dengan anak tentang seks
:
a)
Luangkan waktu untuk membuat dialog atau diskusi
tentang seks dengan anak.
b)
Sikap terbuka, informatif, dan yakin atau tidak
ragu-ragu.
c)
Siapkan materi dan penyampaian disesuaikan dengan usia
anak.
d)
Gunakan media atau alat bantu konkret seperti boneka,
gambar, binatang, untuk memudahkan anak menyerap informasi.
e)
Membekali diri dengan wawasan cukup untuk menjawab
pertanyaan anak.
f)
Menjawab pertanyaan dengan jujur dan dengan bahasa yang
lebih halus
g)
Dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya
anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh
orang lain.
h)
Mendiskusikan kepada ahli atau psikolog apabila ada
hal-hal yang masih ragu atau bingung, terutama apabila terjadi hambatan dalam
memberikan informasi.
i)
Menyakinkan diri bahwa pendidikan seks pada anak adalah
penting dan bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Pendidikan seks bukanlah tentang mendukung anak untuk melakukan hubungan
seksual, tapi menjelaskan fungsi alami seks sebagai bagian diri mereka serta
konsekuensinya jika disalahgunakan.
Orang tua
merupakan aktor utama dalam hal pendidikan anak. Orang tua sebagai wahana belajar
utama bagi anak, karena orang tua lah yang paling tepat untuk memberikan
pendidikan seks pada usia dini. Orang tua tidak perlu ragu lagi akan pentingnya
pendidikan seks sejak dini. Hilangkan rasa canggung yang ada dan mulailah
membangun kepekaan akan kebutuhan pendidikan seks pada anak.
Kurangnya
pembekalan tentang seks dan apabila tidak dimulai sejak dini maka akan lebih
membahayakan apabila anak beranjak remaja. Para remaja bisa mencari informasi
yang berhubungan dengan seks melalui berbagai sumber seperti buku, majalah,
film, internet dengan mudah membuat anak menjadi bingung dan bias sebab didapat
dari narasumber yang tidak layak. Padahal, informasi yang didapat belum tentu
benar dan bahkan mungkin bisa menjerumuskan atau menyesatkan. Hasil akhirnya
pun tentu tidak sesuai dengan harapan dan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
http://health.detik.com/read/2010/04/03/162239/1331267/764/pentingnya-pendidikan-seks-
pada-anak-kebutuhan-khusus
http://www.frisianflag.com/id/ruang-media/liputan-media/4669-pentingnya-pendidikan-seks-pada-anak
http://ruangpsikologi.com/memberikan-pendidikan-seks-yang-sesuai-dengan-umur-anak/
http://deskamudina.blogspot.com/2013/04/perkembangan-dalam-menerapkan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar