BAB I
PENDAHULUAN
Kita semua memiliki gaya berperilaku dan cara tertentu dalam
berhubungan dengan orang lain. Beberapa dari kita adalah tipe teratur, yang
lain ceroboh. Beberapa dari kita lebih memilih mengerjakan tugas sendiri, yang
lain lebih social. Beberapa dari kita tipe pengikut , yang lain pemimpin.
Beberapa dari kita terlihat kebal terhadap penolakan dari orang lain, sementara
yang lain menghindari insiatif social karena takut dikecewakan. Saat pola
perilaku menjadi begitu tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat
menyebabkan distress personal yang signifikan atau mengganggu fungsi social dan
pekerjaan, maka pola perilaku tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan
kepribadian.
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai
gabungan emosi dan tingkah laku yang membuat individu memiliki karakteristik
tertentu untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Kepribadian individu relatif
stabil dan memungkinan orang lain untuk memprediksi pola pikir atau tindakan
yang akan diambilnya.
Individu dikatakan mengalami gangguan
kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif
dan telah berlangsung untuk jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada
setiap situasi serta menganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Pada individu ini, ciri kepribadian
maladaptif itu tampak begitu melekat pada dirinya. Biasanya mereka menolak
untuk mendapatkan pertolongan dari terapis dan menolak atau menyangkal bahwa
dirinya memiliki suatu masalah. Individu dengan gangguan kepribadian lebih
tidak menyadari masalah mereka, mereka tidak merasa cemas tentang perilakunya
yang maladaptif sehingga mereka pun tidak memiliki motivasi untuk mencari
pertolongan dan sulit sekali untuk mendapatkan perbaikan atau kesembuhan.
Berdasarkan DSM-IV gangguan kepribadian dibagi kedalam 3
kelompok besar yaitu:
1. Kelompok A
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan
skizopital. Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku yang relatif
sama yaitu eksentrik dan aneh
2. Kelompok B
Terdiri dari gangguan kepribadian
antisosial,boderline,histrionik, dan narsistik. Individu pada gangguan tersebut
manampakkan perilaku yang dramatis atau berlebih-lebihan,emosional, dan aneh.
3. Kelompok C
Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent,
dan obsesif-kompulsif. Individu dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak
selalu cemas dan ketakutan.
Gangguan kepribadian yang ada diatas
akan dijelaskan lebih lanjut satu persatu pada bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KELOMPOK A
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal. Individu
pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku ynag relative sama yaitu
eksentrik dan aneh.
2.1.1
GANGGUAN
KEPRIBADIAN PARANOID
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid
biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang sangat
kuat kepada orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali sangat
sensitive, mudah marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan.
Salah satu faktor penting dalam gangguan kepribadian paranoid adalah adanya
kecenderungan yang tidak beralasan (gangguan ini biasanya dimulai sejak masa
dewasa awal dan tampak pada berbagai situasi dan kondisi) untuk menganggap
perilaku orang lain sebagai merendahkan dan mengancam diri mereka.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga
jarak dengan orang lain. Dalam situasi sosial, individu dengan gangguan ini
tampak efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka seringkali menjadi pemicu
dari timbulnya masalah konflik dengan lingkungan.
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki gangguan ini sepanjang
hidup mereka. Beberapa di antara mereka menunjukkan gangguan ini sebagai
pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita skizofrenia.
·
Contoh kasus :
Seorang
wanita, berusia sekitar 25 tahun dan memiliki seorang putrid dikeluhkan oleh
suaminya. Suaminya mengeluh karena istrinya sulit sekali mempercayai dirinya.
Memang gejala ini sudah tampak sejak mereka berpacaran, namun semakin meningkat
intensitasnya setelah mereka menikah. Apalagi setelah suaminya sering bepergian
dinas ke luar kota. Apabila suaminya terlambat pulang dari kantor, maka
istrinya akan langsung menuduh bahwa suaminya selingkuh dan memiliki wanita
lain. Pernah pula istrinya curiga bahwa suaminya telah menikah dengan wanita
lain. Keluarganya dan keluarga suami sudah berulang kali meyakinkan bahwa
suaminya selama ini tetap setia, namun sulit sekali untuk diterima oleh sang
istri. Tetangga sekitar rumah pun kadangkala dicurigai oleh sang istri,
sampai-sampai kadangkala suami tidak berani bartegur sapa dengan para tetangga.
(sumber: kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Pasien
paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok, karena itu ahli terapi
harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan harus diingat bahwa
kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli terapi yang
terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan ketergantungan yang
dalam, masalah seksual dan keinginan untuk keintiman dapat meningkatkan
ketidakpercayaan pasien.
b.
Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian
besar kasus, obat antiansietas seperti diazepam (Valium) dapat digunakan. Atau
mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine (Mellaril)
atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk
menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik
pimozide (Orap) bisa digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid.
2.1.2
GANGGUAN
KEPRIBADIAN SKIZOID
Individu
dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya menampilkan perilaku atau pola
menarik diri dan biasanya telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain, cenderung
introvert, dan afek mereka pun terbatas.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya memberikan tampilan bahwa
mereka “dingin” dan penyendiri. Hal ini terjadi karena mereka memiliki
kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara emosional dengan orang
lain.
Kehidupan individu dengan gangguan ini biasanya diwarnai dengan kegemaran pada
aktifitas yang tidak melibatkan orang lain (aktifitas mandiri) dan berhasil
pada bidang-bidang yang tidak melibatkan persaingan dengan orang lain.
Kehidupan seksual mereka biasanya hanya sebatas fantasi dan mereka sedapat
mungkin berusaha menunda kematangan seksualnya. Kaum pria biasanya tidak
menikah karena mereka tidak dapat melakukan hubungan yang intim dan kaum wanita
biasanya secara pasif akan menyetujui untuk menikah dengan kaum pria yang
agresif dan sangat menginginkan mereka menikah dengannya.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan energi afektifnya (misalnya
kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain.
Walaupun individu ini sangat penyendiri dan memiliki impian-impian atau
fantasi, namun tidak berarti bahwa individu dengan gangguan ini mengalami
masalah kontak realitas. Mereka tetap mampu membedakan antara realitas dan
fantasi atau impian.
Sejauh ini diketahui bahwa gangguan kepribadian schizoid terjadi
pada 7,5 persen populasi pada umumnya. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan juga tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan sekitar 2 : 1
(laki-laki : perempuan).
Awal munculnya gangguan ini biasanya pada masa kanak-kanak awal. Biasanya
berlangsung dalam jangka waktu yang lama walaupun belum tentu seumur hidup
mereka. Jumlah individu dengan gangguan ini yang kemudian menjadi penderita
skizofrenia, belum diketahui secara pasti.
· Contoh kasus :
Seorang
laki-laki, saat ini berusia 20-an tahun, dikeluhkan oleh keluarganya karena
bermasalah dalam relasi sosial. Setelah melewati pemerikasaan, diketahui bahwa
sejak kecil dia seringkali diejek sebagai “gorilla” karena memiliki tubuh yang
tinggi dan besar. Sejak di SD, dia tidak pernah memiliki teman dekat dan
apabila teman-temannya bermain dia hnaya memperhatikan dari kejauhan.
Orangtuanya menuturkan bahwa ketika kecil, anaknya tersebut paling suka bermain
di loteng sendirian. Setelah menanjak dewasa, dia tampak lebih suka berdiam
atau mengurung diri di kamar dan tidak suka apabila kakaknya mengajak dia untuk
melakukan suatu aktivitas tertentu. Dia menganggap bahwa kakaknya menganggu dia
(sumber : kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Dalam lingkungan
terapi kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid mungkin diam untuk jangka
waktu yang lama, namun suatu waktu mereka akan ikut terlibat. Pasien harus
dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat kecenderungan
mereka akan ketenangan. Dengan berjalannya waktu, anggota kelompok menjadi
penting bagi pasien skizoid dan dapat memberikan kontak sosial.
b. Farmakoterapi. Dengan antipsikotik dosis kecil,
antidepresan dan psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa
pasien.
2.1.3
GANGGUAN
KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL
Individu
dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya tampak aneh secara sangat
mencolok. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib (magical), ide-ide yang
ganjil, ilusi dan derealisasi yang biasa mereka tampilkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kadangkala isi pikiran mereka dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan
dengan ketakutan dan fantasi yang biasanya hanya muncul pada masa kanak-kanak.
Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam berpikir dan
berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi orang lain
terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah atau tidak
senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan
orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka
seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.
Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga menampilkan gejala yang ditampilkan
oleh individu dengan gangguan kepribadian borderline. Apabila hal ini terjadi,
terapis boleh sekaligus mendiagnosis individu tersebut dengan 2 diagnosis,
skizotipal dan borderline. Kadangkala terapis harus lebih berhati-hati karena
apabila individu dengan skizotipal berada di bawah tekanan, mereka dapat
menampilkan tingkah laku psikotik dan tampak seperti penderita skizofrenia,
hanya bedanya pada individu ini gejala psikotik tersebut hanya tampak dalam
waktu yang singkat dan segera menghilang. Jadi harus berhati-hati, jangan
langsung memberikan diagnosis skizofrenia karena mungkin saja ternyata lebih
sesuai dengan skizotipal.
Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak muncul pada keluarga yang
memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar satu telur bila
dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4 persen).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari individu dengan
kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri. Kepribadian skizotipal
adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu menderita skizofrenia.
banyak klinisi yang berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan
kepribadian seseorang dengan penyakit seperti gangguan skizophrenia dan
skizoaffective, banyak pasien, khususnya individu yang distabilkan secara
psikis yang tinggal dalam komunitas, telah melakukan coping dan model
interpersonal yang dapat dikonseptualkan sebagai ‘kepribadian’. Hal ini
dikuatkan oleh penelitan kami sebelumnya, yang menunjukkan bahwa trait kepribadian,
seperti yang diukur oleh NEO Personality Inventory (NEO-PI), diantara pasien
dengan gangguan skizoaffective dan skizofrenia, cenderung stabil dan bebas dari
simptom psikotik rata-rata lebih dari 6 bulan, simptom psikotiknya stabil dan
bebas selama interval waktu 6 bulan, bahkan ketika simptom psikiatrinya
beragam. Sementara NEO-PI tidak di validkan dalam melakukan assessment variable
kepribadian pada individu yang penyakit jiwa, penelitian awal kami pada 21
paseien menunjukkan bahwa traits kepribadian itu dapat diukur, stabil dalam
waktu yang singkat dan secara klinis relevan dengan populasi skizophrenic. Pada
sample kecil ini, korelasi test-retest antara domain kepribadian menunjukkan
korelasi atas ke empat domain yang kesemuanya lebih besar dari 0,84, yang
menunjukkan stabilitas domain selama interval waktu yang diukur. Skor domain
juga menunjukkan korelasi yang signifikan dengan tingkat fungsi, khususnya yang
berhubungan dengan jumlah kontak sosial. (Jurnal Psychology: The relationship
between personality and quality of life in persons with schizoaffective
disorder and schizoprenia, 1997)
·
Contoh kasus :
Seorang
laki-laki, berusia 35 tahun yang nyaris tidak pernah bekerja dan mengalami
defisiensi vitamin yang parah. Kondisi itu terjadi karena dia tidak mau memakan
makanan apapun yang menurutnya sudah terkontaminasi oleh mesin-mesin. Dia mulai
membentuk pemikiran tentang diet semacam itu pada usia sekitar 20 tahun, dan
tidak lama kemudian dia pergi meninggalkan keluarganya dan mulai mempelajari suatu
kepercayaan tertentu yang menurutnya mampu membuka “ mata ketiga-nya”. Saat ini
dia hidup seorang diri di sebuah perkebunan mungil dan menenan sendiri berbagai
makanan untuk dirinya. Dia menghabiskan sepanjang harinya untuk melakukan
penelitian berkaitan dengan mekanisme kontaminasi pada makanan. Selain itu, dia
pun memiliki pengikut yang berpikiran sama dengan dirinya. Dia tidak pernah
menikah dan sangat jarang berhubungan dengan keluarganya. Dia mengatakan bahwa
dia tidak pernah dekat dengan ayahnya karena dia seorang vegetarian. (sumber:
Barlow & Durand, 1995).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock : 253):
a.
Psikoterapi. Pikiran yang
aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani
dengan berhati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius
yang aneh dan okultis. Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut
atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka.
b. Farmakoterapi. Medikasi antipsikotik mungkin berguna
dalam menghadapi gagasan mengenai diri sendiri, waham dan gejala lain dari
gangguan dan dapat digunakan bersama-sama psikoterapi. Penggunaan holoperidol
dilaporkan memberikan hasil positif pada beberapa kasus, dan antidepresan
digunakan jika ditemukan suatu komponen depresif dari kepribadian.
2.2 KELOMPOK B
Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionik, dan
narsistik. Individu pada gangguan tersebut menampakkan perilaku yang dramatis
atau berlebih-lebihan, emosional, dan aneh (tidak menentu).
2.2.1
GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTI
SOSIAL
Individu dengan gangguan kepribadian antisosial
biasanya secara terus menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial,
namun tingkah laku ini tidak sama dengan melakukan kriminalitas. Gangguan
kepribadian ini lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti
norma-norma sosial yang ada selama perkembangan masa remaja dan dewasa.
Individu dengan kepribadian antisosial biasanya
mampu menampilkan tingkah laku yang menewan, memiliki kemampuan verbal yang
baik, bahkan mampu menarik perhatian lawan jenis dengan perilakunya yang pandai
merayu. Di sisi lain, individu yang sejenis seringkali menganggap perilaku
individu dengan gangguan ini sebagai manipulatif dan terlalu menuntut.
Walaupun penampilan luarnya tampak positif,
apabila terapis menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan
perilaku berbohong, membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, pemakaian
obat-obatan, dan berbagai aktivitas ilegal lainnya yang biasanya telah dimulai
sejak masa kanak-kanak. Mereka tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki
tanggung jawab, oleh karena itu setelah dewasa individu dengan kepribadian
antisosial biasanya berkaitan dengan kasus penyikasaan pada pasangan hidup,
pada anak, pelacuran, dan mengandarai dalam keadaan mabuk.
Kepribadian ini lebih tampak pada daerah
miskin. Usia kemunculan gannguan ini adalah sebelum usia 15 tahun. Perempuan
biasanya menampakkan gejala ini sebelum masa pubertas dan pada anak laki-laki
bahkan sebelumnya. Pada populasi di penjara, prevelensi individu yang
memiliki kepribadian antisosial mencapai 75 persen.
Gangguan kepribadian antisosial biasanya muncul
pada masa remaja akhir. Prognosisnya bervariasi. Gangguan yang umum terjadi
pada individu dengan kepribadian antisosial adalah gangguan depresi, gangguam
alkohol, dan zat-zat tertentu (obat-obatan terlarang).
·
Contoh kasus:
Seorang laki-laki berusia 19 tahun dan sedang menjalani
rehabilitasi di tempat ketergantungan obat-obatan yang terlarang untuk
yang kesekian kalinya. Berdasarkan penuturan ibunya, diketahui bahwa sejak SD
anaknya sudah sering melawan nasehat orangtua dan gurunya. Dia pun sering
moebolos dari sekolah,walaumpun pretasi akademiknya memadai guru wali kelasnya
sering memanggil orangtua dan mengeluhkan tenang prilaku sang anak. Sejak kelas
5 SD sudah memulai merokok dan dilanjutkan menghisap ganja semasa awal SMP,
hingga akhirnya kelas 2 SMP mulai menggunakan putauw hingga sekarang.
Penggunaan obat-obatan terlarang ini kadangkala disertai dengan konsumsi
alcohol. Sang anak akhirnya putus sekolah di kelas 1 SMA dan lebih memilih
kegiatan bermain band bersama teman-temannya. Tidak ada satu orang pun yan
behasi mengajaknya kembali ke sekolah. Hingga saat ini dia masih terus
mendapatkan biaya dari kedua orang tuanya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Jika pasien
merasa bahwa mereka berada diantara teman-teman sebayanya, tidak adanya
motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan karena hal itulah
kelompok yang menolong diri sendiri (selfhelp group) akan lebih berguna
dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan. Tetapi, ahli terapi harus
menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak pada pasien. Dan untuk
mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman, ahli terapi harus menggagalkan
usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan dengan orang lain.
b.
Farmakoterapi.
Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang diperkirakan akan timbul,
seperti kecemasan, penyerangan dan depresi. Tetapi, karena pasien seringkali
merupakan penyalahguna zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien
menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas,
psikostimulan seperti methylphenidate (Ritalin), bisa digunakan.
2.2.2
GANGGUAN KEPRIBADIAN BORDERLINE
Gangguan kepribadian borderline berada di
perbatasan antara gangguan neurotik dan psikotik dengan gejala-gejala afek,
mood, tingkah laku dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu dengan
gangguan kepribadian ini moodnya selalu berubah-ubah.
Tingkah laku dari individu dengan kepribadian
borderline sangat tidak dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil
yang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka
juga memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-destrictive).
Individu ini memiliki kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan
menampilkan berbagai self-mutilation (tindakan melukai diri sendiri,
memotong)dengan tujuan mencari pertolongan dari orang lain, untuk
mengekspresikan kemarahan mereka, atau mengumpulkan afek-afek yang mereka
rasakan.
Individu dengan kepribadian borderline merasa
bergantung pada orang lain, namun mereka juga memiliki perasaan bermusuhan
terhadap orang lain. Individu dengan gangguan ini pun tidak tahan atau tidak
dapat hidup apabila sendirian. Ketika kesepian dan kebosanan melanda mereka,
walaupun hanya untuk waktu yang singkat mereka akan berusaha sekuat tenaga
untuk menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk.
Diperkirakan gangguan ini muncul pada sekitar 1
atau 2 persen pada populasi umum. Gangguan kepribadian ini dua kali lebih
banyak pada kaum perempuan ketimbang laki-laki.
Berdasarkan penelitian longitudinal diketahui
bahwa individu dengan gangguan kepribadian borderline tidak menunjukkan
tanda-tanda perkembangan kea rah gangguan skizofrenia, namun individu ini
memiliki kecenderungan untuk mengalami episode major depressive
disorder.
Menghindari distorsi pasien dalam psikoterapi pada pasien
BPD (Borderline personality disorder)
Dalam praktek dan literatur klinis, pasien dengan BPD
mempunyai reputasi yang berupa distorted thinking (pikiran yang
menyimpang) yang panjang tentang apa yang terjadi dalam hubungan interpersonal
mereka (Kernberg, 1985; Noy, 1982). Kroll (1982) menegaskan kecenderungan
pasien ini mengarah ke persepsi global dengan kurangnya perhatian terhadap
detail, perubahan makna, amnesia yang turun naik, dan deskripsi yang
kontradiktif atau keliru mengenai suatu kejadian atau orang-orang. Pasien BPD
seringkali dikarakteristikkan dengan adanya “splitting”, yang didefinisikan
sebagai ketidakmampuan untuk mengintegrasikan gambaran buruk atau baik tentang
orang lain.
Yang jelas, pasien BPD seringkali menggambarkan orang lain seakan-akan mereka
percaya bahwa orang lain merupakan bentuk teladan yang sempurna atau sebaliknya
merupakan perwujudan yang buruk dari sebuah bentuk kebencian. Mereka seringkali
menggambarkan rangkaian interaksi dalam cara yang salah. Mereka sering
menceritakan dugaan tentang kelakuan buruk orang lain dengan memperagakan
secara sistematis perilaku provokatif mereka sebagai alasan potensial bagi
mereka.
Terapis harus membedakan apakan jenis perilaku ini menunjukkan defisit kognitif
yang nyata, mekanisme pertahanan pada kejiwaan mereka, manipulasi bawah sadar
atau manipulasi ketidaksengajaan tentang orang lain untuk tujuan yang
tersembunyi atau merupakan kombinasi dari semua hal tersebut. Pertanyaan ini
merupakan hal yang sangat penting bagi psikoterapis, jika distorsi terbukti
sebagai sebuah bentuk defisit dalam pemrosesan informasi, treatment
haruslah sangat dipertimbangkan. Nyatanya, jika terdapat sejenis defisit
neurologis permanen yang menyebabkan pasien BPD kekurangan kemampuan untuk
membuat penilaian yang lebih realistik tentang lingkungan interpersonal mereka,
maka psikoterapi mungkin tidak akan menjadi jalan yang efektif sama
sekali.
Berbagai
kesulitan dalam mengevaluasi munculnya Distorted thinking pada BPD.
Kesulitan utama yang mungkin menghalangi keakuratan pada assessment kemunculan
distorsi pada pasien BPD adalah hampir tidak mungkinnya merancang metode yang
reliable untuk defisiensi ketidakmampuan mental dari performance perilaku yang
direncanakan yang berdasarkan pada motivasi psikologis interpersonal atau
tujuan intrapsikis. Terapis tertentu mungkin akan melakukan kesalahan jika
mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang motif yang mendasari beberapa
perilaku yang ditunjukkan oleh individu. (Jurnal Psychology: Avoiding Patient Distortions in
Psychotherapy with Borderline Personality Disorder Patients, 2004)
·
Contoh kasus:
Saya telah mengenal Claire selama
lebih dari 25 tahun dan bersama-sama mengalami masa-masa yang menyenangkan,
namun lebih banyak masa yang buruk ketika hidupnya sangat tidak menentu. Claire
adalah seseorang yang mengalami gangguan borderline. Saya dan Claire biasanya
berangkat bersama-sama sejak SMA, suatu saat saya menemukan bahwa rambutnya
dipoong sangat pendek dan tidak rapi, dan ketika saya menanyakan
penyebabnya, dia menjawab bahwa semuanya berjalan dengan buruk dan kegiatan
memotong rambut itu dapat menyenangkan dirinya.kemudian saya juga mengetahui
bahwa sarung tangan panjang yang sering dikenakan Claire, ternyata untuk
menutupi luka-luka sayatan yang buat Claire pada lengannya. Claire
menjadi teman pertama saya yang meroko dan menggunakan obat-obatan terlarang,
teman pertama saya yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mempedulikan
dirinya. Ayahnya seorang alkoholik yang sering memukuli dirinya dan ibunya.
Claire memiliki prestasi akademik dan self-image yang rendah. ia
seringkali mengatankan dirinya bodoh dan buruk yang saat ini saya ketahui bahwa
kedua hal itu tidak benar.selama saya mengenal dia, secara bekala dia
“meninggalkan kota” tanpa sebab yang jelas. Saya mengetahui beberapa tahun
kemudian bawa itu hanya alasan apabila dia hars dirawat di rumah sakit jiwa
karena dia mengalami depresi dan ingin bunuh diri. Saya memang pernah mendengar
Claire mengancam ingin bunuh diri, namun saat itu saya tidak mengetahui
seberapa serius ancaman tersebut. Pada masa kuliah, Claire semakin tidak
mudah tebak. Pada suatu waktu dia bisa sangat marah pada kami dan
mengatakan bahwa kami akn meninggalkannya dan da kami berjalan cepat agar tidak
tampak bersama dirinya. Di waktu yang lain, dia tampak sangat putus asa dan
ingin bersama-sama dengan kami. Saya terus terang saya bingung dengan
tingkah lakunya terhadap kami teman-temannya. Saat ini, Claire sudah berusia
pertengahan 30an, saya mendenga dia suah menikah 2 kali. Pernikahan yang
diawali penuh gairahan, namun berakhir dngan kekacauan karena Claire pada
akhirnya kembali dirawat di rumah sakit jiwa. Saat ini, dia tidak lagi berhubungan
dengan kedua mantan suaminya dan merasa hidupnya sudah mulai tenang baginya.
Claire mengakui bahwa dia jarang merasa bahagia, namun dia merasa bahwa sudah
lebih baik dan mampu bekerja dengan baik sebagai agen perjalanan. Dia beberapa
kali mencoba unt uk berhubunganlagi dengan kaum pria, namun dia takut untuk
menjalin hubungan yang lebih mendalam karena pengalaman terdahulu dengan para
pria.
2.2.3
GANGGUAN KEPRIBADIAN
HISTRIONIK
Gangguan Kepribadian Histrionik ditandai dengan
tingkah laku yang bersemangat (colorfull), dramatis atau suka menonjolkan diri
dan ekstrovert pada individu yang emosional dan mudah terstimulasi oleh
lingkungan.
Individu dengan gangguan ini selalu berusaha
mencari perhatian dari lingkungan. Mereka cenderung untuk melebih-lebihkan
pikiran atau perasaan mereka dan membuat segala sesuatunya tampak lebih penting
dari yang sesungguhnya.
Tingkah laku merayu (seduktif) umum
terjadi baik pada kaum pria maupun wanita dengan gangguan ini. Mereka pun
kadangkala memiliki fantasi-fantasi seksual dengan mereka akan berhubungan.
Pada kenyataannya, individu dengan gangguan histrionik biasanya memiliki
masalah atau ganggan disfungsi seksual, pada kaum wanita biasanya anorgasmik
(masalah dalam orgasme) dan pada kaum prianya impoten. Mereka melakukan
tingkah laku seduktif lebih karena ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka
menarik untuk lawan jenisnya.
Individu dengan gangguan ini cenderung untuk
tidak menyadari perasaan-perasaan mereka dan tidak pula menyadari serta mampu
menjelaskan motivasi dari berbagai tindakan yang dilakukannya karena salah satu
mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan adalah represi. Apabila individu
ini dalam kondisi stress, kontak dengan realitas dapat terganggu.
Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak ditemukan
pada perempuan ketimbang laki-laki. Kadangkala gangguan ini bersamaan dengan
gangguan somatisasi dan penggunaan alkohol.
Dengan bertambahnya usia, biasanya
gejala-gejala gangguan kepribadian histrionik ini akan menurun. Individu dengan
gangguan ini biasanya dapat terlibat dengan masalah hukum, penggunaan zat , dan
pelacuran karena mereka selalu memiliki tujuan untuk mencari dan mendapatkan
perhatian dari lingkungan.
·
Contoh kasus:
Seorang wanita berusia sekitar 20-an tahun dan telah menikah
serta memiliki seorang anak yang masih bayi. Dia dikeluhkan oleh keluarganya
karena seringkali pingsan dan setelah diperiksa ke dokter ternyata tidak di
temuakan gangguan fisik apapun. Ibunya menuturkan bahwa hingga SMP sang anak masih
tidur dengan ayah dan ibunya. Seluruh keinginannya harus dipenuhi, cenderung
”bandel” namun sangat disayang oleh ayahnya. Sejak kecil, sang anak memang
sering kali terjatuh secara tiba-tiba, namun setelah menikah gejalanya
semakin parah (sang anak menikah karena telah hamil di luar pernikahan).
Berkali-kali sang anak pingsan. Apabila sedikit tersinggung biasanya akn
langsung pingsan dan baru tidak lama kemudian membaik setelah orang-orang di
sekitarnya tampak panik membantu dia.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Pasien dengan
gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari perasaan mereka yang
sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam (inner feeling) mereka adalah
suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik dalam
kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk gangguan
kepribadian histrionik.
b. Farmakoterapi.
Farmakoterapi dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi sasarannya, seperti
penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas
untuk kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi.
2.2.4
GANGGUAN KEPRIBADIAN
NARSISTIK
Individu dengan gangguan kepribadian
narsisistik memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting
serta individu yang unik. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap
mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit
atau tidak dapat menerima kritik dari orang lain.
Sikap mereka mengakibatkan hubungan yang mereka
miliki biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat
marah karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang ada.
Individu dengan gangguan narsisistik tidak
memiliki self-estem yang mantap dan mereka rentan mengalami depresi.
Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang
narsisistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang
lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan.
Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi
dengan orang tua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka
cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsisistik merupakan
gangguan yang kronis dan sulit untuk mendapat perawatan. Mereka biasanya tidak dapat
menerima kenyataan bahwa usia mereka bahwa sudah lanjut, mereka tetap
menghargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena
itu, mereka lebih sulit melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain
pada umumnya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Mengobati
gangguan kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus meninggalkan
narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatrik seperti Otto
Kernberg dan Heiz Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik untuk
mendapatkan perubahan.
b. Farmakoterapi. Lithium
(Eskalith) digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian
dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan
juga dapat digunakan.
·
Contoh kasus:
David berprofesi sebagai pengacara
dan berusia awal 40an. Dia pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk
mengatasi mood negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat
menaruh perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat
terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga
sepatu barunya. David juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan
dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani terpis tersebut. David sangat
ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan yang terbaik dibidangnya.
David bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa
mampu memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama
bersekolah di sekolah hukum, dia adalah seorang work-aholic, penuh dengan
fantasi akan keberhasilannya sehingga tidak memiliki waktu untuk istrinya.
Setelah anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskn waktu bersama
keluarganya. Tidak lama setelah dia memiliki pekerjaan yang mapan, David
menceraikan istrinya karena tidak lagi membutuhkan bantua ekonomi dari sang
istri. Setelah perceraian tersebut, david memutuskan bahwa dia benar-benar
bebas untuk menikmati hidupnya. Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya
sendiri, misalnya dengan mengias apartemennya dengan berbagai benda-benda yang
sangat menarik perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan wanita-wanita
yang sangat menarik. Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya
menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika dia
berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan suatu
penghargaan, ataupun memiliki kekayaan berlimpah.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Mengobati
gangguan kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus meninggalkan
narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatrik seperti Otto
Kernberg dan Heiz Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik untuk
mendapatkan perubahan.
b. Farmakoterapi. Lithium
(Eskalith) digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian
dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan
juga dapat digunakan.
2.3
KELOMPOK C
Terdiri dari
gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsesif-kompulsif. Individu
dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak selalu cemas dan ketakutan.
2.3.1
GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR
(AVOIDANT)
Kunci dari individu dengan gangguan kepribadian menghindar
adalah sangat sensitif terhadap penolakan, sehingga akhirnya yang tampak adalah
tingkah laku menarik diri. Individu dengan gangguan ini adalah individu yang
memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau
ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia
yakin bahwa ia akan diterima.
Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan
yang banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat
mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu yang
bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa yakin
bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani mengambil risiko
atau mencoba hal-hal baru.
Individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya
tidak memiliki teman dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang
dominan pada individu ini adalah malu-malu. Biasanya individu dengan gangguan
kepribadian menghindar biasanya memiliki sejarah fobia sosial atau malahan
menjadi fobia sosial dalam perjalanan gangguannya.
Berdasarkan
DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai berikut:
¬ Penghindaran terhadap kontak
interpersonal karena takut kritik dan penolakan.
¬ Ketidakmampuan untuk terlibat dengan
orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau diterima.
¬ Kekakuan dalam hubungan yang intim
karena takut dipermalukan atau dicemooh.
¬ Perhatian yang berlebihan terhadap
kritik atau penolakan.
¬ Perasaan tidak mampu.
¬ Perasaan inferior.
¬ Keengganan yang ekstrem untuk
mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.
· Contoh kasus :
Jane tumbuh dan dibesarkan oleh seoarang ibu yang merupakan
pecandu alkohol dan sering kali melakukan penyiksaan terhadap jane baik secara
fisik maupun verbal. Sejak kecil jane menganggap bahwa perilaku ibunya
disebabkan karena dirinya sangat tidak berharga hingga layak diperlakukan
seperti itu. Saat ini jane telah berusia akhir 20an tahun dan dia tetap
berharap bahwa dirinya akan ditolak oleh orang lain, begitu orang lain menyadari
bahwa dirinya tidak berharga atau buruk. Selain itu jane sangat kritis terhadap
dirinya sendiri dan selalu meramalkan bahwa dirinya tidak akan dapat diterima
oleh lingkungan. Dia selalu berfikir bahwa orang lain tidak akan menyukai
dirinya, bahwa orang lain akan melihat dirinya sebagai pecundang dan dia tidak
mungkin dapat melawan hal-hal itu.apabila seorang penjual koran tidak tersenyum
pada jane, maka secara otomatis jane akan berfikir bahwa itu disebabkan karena
dirinya tidak berharga dan tidak disukai oleh orang lain. Setelah itu dia akan
merasa sangat sedih . bahkan ketika jane mendapatkan respon yang positif dari
teman-temannya, dia tidak pernah memperdulikan hal itu. jane lebih terfokus
pada pemikirannya sendiri. Oleh karena itu dia hanya memiliki sedikit teman dan
tidak ada satupun yang dekat dengan dirinya (sumber: Barlow & Durand,1995).
Tritment yang dapat diberikan untuk penderita gangguan
kepribadian avoidant (menghindar) yaitu :
¬ Psikoterapi. Ahli terapi mendorong
pasien untuk ke luar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka
memiliki resiko tinggi penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli terapi
harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang
baru di luar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang
telah buruk. Terapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan
mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih
ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk
mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga
diri mereka.
¬ Farmakoterapi. Beberapa pasien
tertolong oleh penghambat beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi
hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan
gangguan kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang
menakutkan.
2.3.2
GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
Individu dengan gangguan kepribadian
dependen cenderung meminta orang lain untuk memikul tanggung jawab terhadap
diri mereka, tidak percaya diri, merasa tidak nyaman apabila harus sendirian
(walaupun dalam jangka waktu yang singkat). Mereka cenderung submisif atau
patuh.
Individu dengan gangguan ini pun
tidak mampu membuat suatu keputusan tanpa adanya nasehat, saran serta dukungan
yang sangat banyak dari lingkungannya. Mereka berusaha menghindar dan tidak
bersedia posisi yang sarat dengan tanggung jawab serta menjadi cemas apabila
harus berperan sebagai pemimpin. Mereka lebih memilih menjadi individu yang
submisif yang patuh dan mengikuti orang lain. Pesimisme, keraguan diri,
pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif
menandai perilaku gangguan kepribadian dependen
Individu dengan kepribadian dependen
cenderung mengalami kesulitan dalam fungsi pekerjaan apabila mereka dituntut
untuk bekerja secara mandiri dan tidak disertai adanya pengawasan. Hubungan
sosial yang mereka jalin terbatas hanya pada orang-orang dimana mereka dapat
bergantung.
Menurut teori psikodinamika,
gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral karena
orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan
tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya
adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian
dependen yaitu sebagai berikut:
¬ Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa
nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang lain.
¬ Kebutuhan terhadap orang lain untuk
memikul tanggung jawab dalam hidupnya.
¬ Kesulitan dalam mengatakan atau
melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut kehilangan dukungan dari
orang lain.
¬ Kesulitan dalam melakukan atau
mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
¬ Melakukan hal-hal yang tidak
menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari
orang lain.
¬ Perasaan tidak berdaya ketika sendiri
karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa
bantuan orang lain.
¬ Segera mencari hubungan baru ketika
hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.
¬ Sangat ketakutan untuk mengurus atau
menjaga diri sendiri.
·
Contoh kasus:
Seorang laki-laki berusia sekitar 40th dan telah menikah
datang dengan keluhan sulit untuk mengambil keputusan dan merasa tidak nyaman
dengan jabatannya di perusahaan. Saat ini ia menjabat sebagai kepala
administrasi. Jabatan sebelumnya adalah staf administrasi. Sebelumnya dia
merasa nyaman karena hanya bekerja dibelakang meja dan menerima perintah dari
atasan. Setelah dipromosikan, akhirnya dia menjadi seorang pemimpin dan harus
mengambil keputusan. Biasanya dia akan langsung merasakan cemas hingga
deg-degan apabila harus mengambil keputusan. Akhirnya dia menunda keputusan
itu, namun kemudian menyerahkan kepada orang lain untuk mengambil keputusan.
Kondisi didalam keluarganya pun tidak jauh berbeda, seluruh keputusan
diserahkan kepada istrinya, bahkan dia tidak pernah memilih atau membeli baju
sendiri.selama bekerja dia selalu menghindar untuk pergi tugas keluar kota.
Alasannya karena tidak ingin jauh dari istri dan yidak memungkinkan pula bagi
istrinya untuk ikut pindah ke luar kota. Setelah ditelusuri diketahui bahwa
ibunya telah meninggal dunia ketika remaja, padahal iu orang terdekat baginya.
Sejak saat itu, ayahnya memegang peranan menentukan segala hal bagi dia, mulai
dari memilih sekolah hingga pekerjaan. Walupun tidak suka, biasanya dia
menuruti instruksi dari ayahnya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi.
Terapi gangguan kepribadian dependen seringkali berhasil, yaitu dengan proses
kognitif-behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih
ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Terapi perilaku, terapi keluarga
dan terapi kelompok semuanya telah digunakan dengan keberhasilan pada banyak
kasus.
b. Farmakoterapi. Pasien yang mengalami
serangan panik atau memiliki tingkat kecemasan perpisahan yang tinggi mungkin
tertolong oleh imipramine (Tofranil). Benzodiazepine dan obat serotonergik
dapat berguna.
2.3.3
GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF
KOMPULSIF
Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan
pada individu yang mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.Gangguan ini ditandai
dengan tingkah laku yang keras kepala, kebimbangan, sangat teratur, dan
cenderung mengulang-ulang sesuatu hal. Kunci utama dari gangguan ini adalah
kecenderungan perfeksionis dan tidak fleksibel yang sudah menetap pada diri
individu. Sebagai contoh: individu dengan gangguan ini terus menerus mengecek
seluruh kunci pintu di rumah karena mereka merasa takut pada pencuri, mencuci
tangan terus-menerus kadangkala hingga kulit tangan menjadi luka.
Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat
perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya.
Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail
sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih
berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil
keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit
mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak
seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena
keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya.
Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah
“control freak”. Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat
serius, kaku, formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu
moral. Ia tidak mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek
tersebut tidak bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality
disorder yaitu sebagai berikut:
¬ Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara
berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
¬ Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan
jarang terselesaikan.
¬ Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan
waktu senggang dan persahabatan.
¬ Kekakuan dalam hal moral.
¬ Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.
¬ Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain
megacu pada satu standar yang sama dengannya.
¬ Kikir atau pelit.
¬ Kaku dan keras kepala.
·
Contoh kasus:
Setiap hari tepat pada pukul 8 pagi, danil tiba di
universitas dimana dia menjadi mahasiswa di fakultas psikologi. Dalam
perjalanan menuju universitas dia selalu berhenti di toko seven eleven untuk
membeli kopi dan surst kabar (setiap hari kopi dan surat kabar yang sama). Dari
pukul 8 hingga 9.15, danil akan merapikan file-file yang terdiri dari ratusan
kertas yang berhubungan dengan S3-nya, yang sudah melewati batas waktu
pengerjaan. Pada pukul 10.00 pagi hingga waktu makan siang, dia akan membaca
sebuah paper atau jurnal serta menggarisbawahi hal-hal yang berhubungan dengan
disertasinya. Siang hari, pukul 12.00 siang, dia akan membawa katung makanannya
yang selalu berisi roti sandwich dengan selai kacang dan sebuah apel, lalu
pergi kesebuah kafe untuk membeli soda dan duduk seoarng diri memakan
siangnya.dari pukul 13.00-17.00 dia akan mengikuti beberapa pertemuan,merapikan
mejanya,membuat daftar tentang apa yang harus dikerjakannya dan memasukkan
beberapa data kedalam komputernya. Setelah dia tiba dirumah, dia akan makan
malam bersama istrinya, lalu berurusan lagi dengan disertasinya. Danil selalu
rutin “mengerjakan” disertasinya hingga pukul 23.00, walaupun sebagian besar
dari waktu tersebut digunakannya untuk koneksi internet yang tidak berkaitan
dengan disertasinya. Danil sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia
akan menyelesaikan disertasinya sejak 4,5 tahun yang lalu. Istrinya pun sudah
mengancam akan meninggalkan danil karena tidak tahan lagi dengan tingkah
lakunya. Danil kemudian mendatangi terapist dengan keluhan cemas akan hubungan
dengan istrinya, namun dia kemudian didiagnosa memiliki gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif (sumber Barlow & Durand, 1995)
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi.
Tidak seperti gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan
atas kemauan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan
sangat dihargai oleh pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku
biasanya memberikan manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk
memutuskan pasien ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif mereka.
Melengkapi perilaku kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan
menyebabkan mereka mudah mempelajari strategi baru.
b. Farmakoterapi. Clonazepam (Klonopin)
adalah suatu benzodiazepine dengan antikonvulsan, pemakaian obat ini untuk
menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
parah. Clomipramine (Anafranil) dan obat serotonergik tertentu seperti
fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala obsesif-kompulsif timbul.
2.4
BEBERAPA SUDUT PANDANG TEORITIS DALAM MEMBAHAS GANGGUAN KEPRIBADIAN
Berikut ini akan dijelaskan
5buah sudut pandang teoritis untuk membahas penyebab gangguan kepribadian yang
telah diuraikan diatas:
a. Sudut pandang psikodinamik
Sudut pandang psikodinamik berusaha mencari asal muasalnya
gangguan kepribadian dari masa anak-anak. Adanya abuse atau penyiksaan dari
orang tua pada masa anak-anak membuat pasien (individu dengan gangguan
kepribadian) memandang seluruh lingkungannya sebagai mengancam dan jahat.
Gangguan narsistik terbentuk sebagai mekanisme pertahanan diri dari individu
dengan self esteem yang rendah dan dianggap sebagai akibat dari kegagalan orang
tua untuk merespon anaknya dengan penghargaan, kehangatan, kasih sayang dan
empati.
Pendekatan psikodinamika sering digunakan untuk menolong
orang yang didiagnosis dengan gangguan kepribadian agar menjadi lebih sadar
akan akar dari pola perilaku self-defeating mereka dan belajar cara yang lebih
adaptif dalam berhubungan dengan orang lain. Kemajuan dalam terapi dapat
terhambat oleh kesulitan dalam bekerja secara terapeutik dengan orang yang
menderita gangguan kepribadian.
Berdasarkan sudut pandang ini, penanganan bagi individu
dengan gangguan kepribadian adalah dengan menemukan asal mula penyebab masalah,
serta memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan individu untuk keluar
dari masalahnya.
b. Sudut pandang biologis
Sudut pandang ini melihat bahwa terjadinya gangguan
kepribadian lebih karena faktor genetik, diturunkan dari
orang tuanya. Asumsi ini paling jelas ditunjukkan
individu-individu yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal. Selain itu
ditemukan pula bahwa sistem saraf yang pada individu dengan gangguan
kepribadian anti sosial berbeda dengan individu yang tidak memiliki gangguan
tersebut.
Terapi obat tidak secara langsung menangani gangguan
kepribadian. Meski demikian obat anti depresif atau anti kecemasan kadang
digunakan untuk menangani stress emosional yang dialami oleh individu penderita
gangguan kepribadian. Obat tidak mengubah pola persisten dari perilaku
maladaptif yang dapat menyebabkan distress. Meski demikian, sebuah penelitian
mengidentifikasikan bahwa antidepresi Prozac dapat mengurangi perilaku
agresifdan iritabilitas dalam diri individu dengan gangguan kepribadian yang
impulsif dan agresif.
Oleh karena itu, salah satu penanganan yang dilakukan adalah
dengan memberikan obat-obatan, misalnya prozac untuk individu dengan tingkah
laku yang impulsif.
c.
Sudut
pandang sistem keluarga (family system)
Sudut pandang sistem keluarga memfokuskan diri pada pola
asuh orang tua yang tidak adekuat dan dapat menimbulkan stress pada anak-anak.
Hal itu dapat membuat individu rentan terkena gangguan kepribadian. Sebagai
contoh, orang tua yang menyiksa anaknya, menolak atau menelantarkan anak
mereka, serta pola asuh yang inkonsisten dan tidak adekuat meningkatkan resiko
terjadinya gangguan kepribadian antisosial setelah anak tersebut dewasa.
Terapis perilaku ini memandang tugas mereka adalah untuk
mengubah perilaku klien dan bukan struktur kepribadian mereka.banyak teoritikus
behavioral yang sama sekali tidak berpikir kerangka “kepribadian” klien, namun
dalam perilaku maladaptif yang dipertahankan oleh kemungkinan adanya
reinforcement. Maka dari itu, terapis perilaku berfokus pada usaha untuk
merubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif melalui penggunaan teknik
pemusnaha, modeling, dan reinforcement. Jika klien diajarkan perilaku yang
cenderung dikuatkan orang lain, maka perilaku baru tersebut akan dipertahankan
Oleh karena itu, penangan yang disarankan dari sudut pandang
ini adalah dengan melakukan terapi keluarga dan melakukan berbagai pendidikan
dan dukungan orang tua, misalnya dalm hal mengasuh dan mendidik anak.
d. Sudut pandang behavioral
Sudut pandang ini memberikan contoh suatu penelitian yang
dilakukan pada individu dengan gangguan kepribadian antisosial. Penelitian
tersebut menuturkan bahwa individu dengan gangguan kepribadian tersebut tidak
berhasil mempelajari pola bahwa mereka sebaiknya menghindari stimulus yang
tidak menyenangkan. Alasannya karena mereka tidak memiliki kecemasan yang tidak
memadai dan tidak terlalu memberikan perhatian dan pemberian hukuman. Hal yang
terganggu adalah kemampuan individu untuk mempelajari sesuatu.
penanganan gangguan kepribadian yang dianjurkan adalah
dengan mengidentifikasi dan memperbaiki keterampilan ataupun kemampuan individu
yang tidak memadai ataupun lemah.
e.
Sudut
pandang kognitif
Sudut pandang kognitif menuturkan bahwa terjadi gangguan
kepribadian karena individu memiliki keyakinan (belief) yang maladaptif
mengenai dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan disekitarnya. Misalnya
keyakinan bahwa dirinya adalah seorang yang spesial dan orang lain tidak,
apabila terus menerus ditekankan maka individu tersebut memiliki kecenderungan
kearah gangguan kepribadian narsistik. Oleh karena itu , penanganan yang biasa
dilakukan adalah dengan membina hubungan pasien terapis yang erat dan sehat
sehingga terapis secara bertahap mampu merubah dan memperbaiki keyakinan yang
salah pada klien.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa siapa saja berpotensi untuk mengalami gangguan kepribadian. Karena
gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat
diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis
(hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik
(yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual
dan juga tergantung dari mekanisme pertahanan ego orang yang bersangkutan).
Dalam DSM-IV, gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok dan
masing-masing kelompok terdapat beberapa gangguan kepribadian dengan
karakteristik yang khas dan berbeda-beda satu sama lain. Hampir semua gangguan
kepribadian dapat disembuhkan baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun
farmakoterapi (terapi obat-obatan), dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda
untuk masing-masing gangguan kepribadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar